Selasa, Februari 12, 2008

Presiden Ditembak Pemberontak



Gagal, Kudeta Berdarah di Timor Leste
Laporan JPNN, Dili
KUDETA berdarah pecah di Timor Leste, bekas Provinsi Timor-Timur, Indonesia yang sekarang sudah menjadi negara sendiri. Kelompok pemberontak pimpinan Mayor Alfredo Reinado menembaki dua pucuk pimpinan pemerintahan negara yang resmi memisahkan diri dari Indonesia pada 20 Mei 2002 itu. Dalam waktu hampir bersamaan, Presiden Jose Ramos Horta (58) diserang di rumahnya dan Perdana Menteri Xanana Gusmao disergap saat menaiki mobil dari rumah menuju kantornya.

Peristiwa pada Senin (11/2) pagi itu menewaskan pemimpin pemberontak, Mayor Alfredo Reinado, dan dua anak buahnya. Dari pihak pemerintah, satu pengawal presiden tewas dan dua pengawal Xanana hilang.

Perkembangan terakhir, Ramos Horta telah melewati masa kritis, setelah koma akibat luka tembak di perut dan dada. Penerima Nobel Perdamaian 1996 itu sekarang dirawat intensif di rumah sakit Royal Darwin, Darwin, Australia Utara. Sedangkan Xanana Gusmao selamat setelah lolos dari sergapan.

Untuk mengendalikan keadaan, malam tadi pemerintah Timor Leste langsung memberlakukan 48 jam keadaan darurat. Jam malam diberlakukan di Ibu Kota Dili mulai pukul 20.00 sampai pukul 06.00.

JPNN melaporkan, beberapa jam setelah kudeta berdarah digagalkan, PM Xanana Gusmao mengeluarkan pernyataan resmi bahwa pemerintah telah berhasil mengendalikan keadaan. “Upaya membunuh perdana menteri dan presiden hari ini gagal. Hanya presiden yang luka,” kata Xanana dalam jumpa pers di Istana Pemerintahan pukul 16.00 waktu setempat atau 14.00 WIB. Saat itu Xanana didampingi Ketua Parlemen Nasional Vicente Guterres yang ditunjuk sebagai Presiden Timor Leste sementara. Pada jumpa pers itu, Xanana juga mengumumkan bahwa negara dalam keadaan bahaya. “Saya mengimbau masyarakat tidak menyebarluaskan informasi dan rumor-rumor yang tidak benar,” kata Xanana.Xanana Gumao mengatakan, penetapan kondisi darurat di Timor Leste akan mencabut hak untuk bergerak secara bebas.

“Setiap orang tidak dapat berjalan-jalan berkeliling dan setiap orang harus tetap dengan tenang di rumah dari pukul 8 malam”, kata Gusmao. Warga juga dilarang melakukan pertemuan atau demonstrasi.

“Saya tahu banyak dari anda masih merasakan desakan untuk memberontak. Anda hendaknya tidak meniru perbuatan jahat satu kelompok bersenjata yang tanpa pembenaran ingin membunuh orang lain serta merusak kedaulatan dan stabilitas negara,” tegas Xanana ditujukan kepada pengikut Alfredo yangh melarikan diri.

Kronologi Kudeta
Menurut juru bicara militer Mayor Domingos da Camara, kudeta kelompok bersenjata yang dipimpin Alfredo Reinado Alves terjadi sekitar pukul 06.15 waktu Timor Leste. Saat itu, Ramos Horta yang sedang berolahraga diserang pemberontak dari dua mobil yang melintas di depan kediamannya di Becari, Dili.

Horta langsung roboh oleh tiga tembakan pemberontak yang melukai dada dan bagian perut. Pasukan penjaga presiden segera membalas serangan mendadak pemberontak. Dalam kontak senjata sengit itu, Alfredo dan salah satu anggotanya, Leopoldo, tewas tertembak.

Tak hanya mengincar Presiden Horta, kelompok Alfredo juga berencana membunuh PM Xanana Gusmao. Satu jam setelah serangan kepada Horta, kelompok kedua yang dipimpin Gastao Salsinha, tangan kanan Alfredo, bergerak ke kediaman Xanana di Dare. Namun, sebelum kelompok pemberontak sampai rumah PM, Xanana sudah berangkat ke kantor. Kelompok pemberontak segera mengejar dan menyergapnya di tengah jalan.

Nasib Xanana lebih baik daripada Ramos Horta. Penyergapan kelompok Salsinha gagal melukai presiden pertama Timor Leste itu. Xanana selamat setelah berhasil melompat dari mobil yang sedang meluncur ke jurang. Tapi, dua pengawal Xanana hilang. Sedangkan satu pemberontak tewas.

Karena terluka parah, Ramos Horta segera dilarikan ke rumah sakit militer Australia di Lanud Dili. Dia langsung dioperasi untuk mengeluarkan peluru dari perutnya. Sorenya, presiden yang fasih lima bahasa itu diterbangkan ke Darwin, Northern Territory (NT) Australia, untuk mendapat perawatan intensif. Ramos Horta dibawa ke Darwin dengan pesawat penolong medis Careflight.

Kantor berita Australia ABC melaporkan, di antara anggota keluarga yang menemani Presiden Horta ke RS Royal Darwin adalah Rosa Carrascalao. Dia mengungkapkan, kondisi Horta “sangat lemah” di dalam pesawat karena sempat kehilangan banyak darah.

Kudeta pagi buta kemarin menjadi akhir petualangan pemimpin pemberontak Alfredo Reinado. Desertir tentara kelahiran Flores, Nusa Tenggara Timur, itu tewas dalam serangan di kediaman Presiden Ramos Horta. Alfredo, selain memimpin pemberontakan terhadap pemerintah Timor Leste, dituduh bertanggung jawab atas penembakan terhadap beberapa personel militer Australia yang berpatroli di dekat Dili pada awal Februari 2008.

Alfredo sempat diringkus atas tuduhan distribusi senjata ilegal, desersi, dan percobaan pembunuhan menyusul pecahnya aksi kerusuhan di Timor Leste pada 2006. Tapi, dia berhasil melarikan diri dari penjara dan ditetapkan sebagai buron.

Alfredo yang jabatan terakhirnya adalah komandan Polisi Militer Timor Leste bersama Gastao Salsinha memimpin sekitar 600 lebih tentara meninggalkan markas dan tinggal di hutan untuk menuntut keadilan. Sebelum kudeta berdarah yang menewaskannya kemarin, Alfredo memimpin anggota militer yang desersi untuk mengadakan aksi pemberontakan.

Pemberontakan pada 2006 itu menewaskan 37 orang dan mengakibatkan 150.000 orang terpaksa meninggalkan kediaman mereka untuk menyelamatkan diri. Militer Timor Leste juga kewalahan menghadapi pasukan pemberontak. Karena itu, pemerintah Dili memohon bantuan pasukan asing untuk memulihkan keamanan. Kudeta berdarah kemarin membuat Timor Leste, negara termuda di Asia, harus berjuang semakin keras untuk memulihkan stabilitas keamanan.

Respons Australia
Dalam pada itu, Australia menjadi negara tetangga Timor Leste yang mereaksi keras insiden kudeta di Dili. Negara benua di wilayah selatan itu langsung menambah jumlah personel pasukan dan polisi ke Timor Leste pasca penyerangan pasukan pemberontak di kediaman Presiden Timor Leste Ramos Horta di Dili, Senin (11/2) pagi.

Keputusan pengiriman pasukan dan polisi tambahan tersebut disampaikan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd sebagai respons yang menurut dia merupakan upaya pembunuhan terkoordinasi terhadap Presiden Ramos Horta dan PM Xanana Gusmao.

‘’Kami tidak tinggal diam melihat upaya penggulingan pemimpin yang terpilih secara demokratis. Apalagi, itu terjadi di negara tetangga dan sahabat kami,’’ ujar Rudd dalam pernyataan resmi kemarin.

Dia menjelaskan, pemerintah Timor Leste telah meminta bantuan keamanan tambahan yang terdiri atas satu kompi personel serta lebih dari 70 anggota Kepolisian Federal Australia. Australia segera mengirimkan pasukan setelah penyusunan pasukan selesai dilaksanakan. Australia saat ini memimpin pasukan keamanan multinasional di Timor Leste. Menurut Rudd, pasukan Australia akan mencapai 1.000 personel bila pasukan tambahan tiba di negara termuda Asia tersebut.

Menanggapi kondisi kesehatan Ramos Horta yang tertembus peluru pemberontak di bagian perut, Ruud menyatakan bahwa presiden Timor Leste tersebut memerlukan penanganan medis serius, meski kondisinya stabil.(Aa/smh/AFP/Rtr/kim/uli)

Tidak ada komentar: